Monday, October 31, 2016

Monday, October 31, 2016 - , No comments

Jenis Bacaan Anak

Cerita Bergambar

a.      Buku informasi dan buku cerita

Dasar pengelompokan buku ini didasarkan pada penggunaan ilustrasi yang menggunakan “gambar” sebagai medianya.
Dalam bku informasi, seperti “buku abajad” (alphabet books), buku berhitung (counting books), dan buku-buku konsep (concept books), gambar yang digunakan semata-mata berfingsi untuk memberikan satu pesa khusus.
Gambar juga berfungsi untuk memberikan suatu ilustrasi entang cerita yang melandasinya. Ilustrasi gambar ini harus merujuk pada tema, latar, perwatakan, dan plot cerita yang dimasudkan oleh buku.
Jadi, sebuah buku cerita yang dilengkapi oleh gambar maupun teks wacana, secara langsung akan megarahkan pembacanya mendapat dua pemahaman, yakni yang diperolah melalui visual-gambar-gambar dan verbal-teks-wacana.
Pernedaan kebermaknaan dari ilustrasi gambar buku dapat kita pilah menjadi:
v  Buku informasi
v  Buku cerita:
  • Buku cerita gambar tanpa kata
  • Buku cerita dengan kata

b.      Buku cerita bergambar tanpa kata

Dalam situasi seperti ini, buku cerita mengandalkan pada enggunaan media gambar sebagai wahana pengembangan cerita. Termasuk memberikan pemahaman tentang penokohan, setting termasuk tindakan-tindakan yang membangun plot cerita itu.
Didalam cerota ini, sering menggunakan binatang sebagai pelaku uama yang biasanya digunakan sebagai dasar penceritaan, binatang dipersonifikasikan sebagaimana layaknya manusia dalam hidup dan kehidupan.
Nilai positif dari buku cerita ini:
v  Membantu anak untuk memahami rangkaian alur kehidupan yang relative alami.
v  Memberikan pengalaman pada anak untuk mengurai sesuatu secara detail.
v  Membantu anak mengembangkan wawasan kebahasaan.

c.       Media dan ilustrasi sebagai wahana enceritaan

Untuk membantu memahami tentang “media dan ilustrasi sebagai wahana penceritaan”, kita bedakan pemahaman tterhadap tiga hal berikut:
1)      Buku bergambar (picture book): gambar dimaksudkan untuk memberikan satu pesan keseluruhan dari suatu objek atau masalah yang dimaksudkan dengan ttampilan gambartersebut. Hanya berfungsi mewakili tampilan suau objek atau masalah itu saja. Jadi, satu “gambar” untuk mengilustrasikan satu karakter, satu objek, atau beberapa kualitas dari satu objek.

2)      Buku cerita bergambar (picture story book): untuk mengilustrasikan (penokohan, latar/seting, dan kejadian-kejadian yang dipakai untuk membangun alur/plot dari suatu cerita). Gambar-gambar termasuk bagian dari gambar itu mengilustrasikan suatu yang berhubungan sehingga dapat dpergunakan untuk menyammpaikan suatu masalahyang menarik dan menantang.. walaupaun hanya satu warna-hitam dan putih sudah dianggap representative.
3)      Buku berilustrasi (illustrated book): diperuntungkan bagi konsumsi pembaca tingkat lanjut dan atau bagi anak-anak yang bersia agak dewasa. Tampilan gambar, berulustrasi mempertegas atau memperjelas keterbacaan.
Keterpahaman kita bterhadap media gambar sebagai ilustrasi dalam sebuah buku:
v  Gambar berilustrasi untuk satu gagasan atau ide penuh
v  Mewakili bagian atau unsure darin satu gagasan attau ide.
Merupakan satu atau bagian dari suau ide jika digabungkan dengan unsure lain.

2.      Cerita Rakyat

Semua bentuk narasi yang tertulis atau lisan yang terus sepanjang tahun. Mencakup syair kepahlawanan, balada, legenda, lagu-lagu rakyat sebagaimana dongeng dan cerita binatang.
Karakteristik cerita rakyat

a.       Struktur plot cerita rakyat: menceritakan sejarah kesuksesan para tokoh-tokohnya.

  1. Perwatakan: kualitas karakter (watak tokoh)ditunjukkan secara jelas tentang kekuatan dan kelemahannya dijalin menjadi komplit dan menuju enyelesaian cerita.
  2. Gaya: mudah dipahami oleh pendengar, dengan penyederhanaan:
  • Cerita dapat dikembangkan secara bebas agar tidak memmbingungkan.
  • Menggnakan pegulangan-pengulangan untuk kejelasan.
  • Mengunakan dialog yang actual untuk menghidupkan dan daya tarik cerita bagi anak-anak.
  1. Tema: nilai-nilai kehidupan dan nilai-nilai budaya dapat diungkapkan melalui cerita rakyat.
  2. Motif: salah satu bagian inti dari karakteristik  sebuah cerita rakyat. Motif dapat diipahami setelah kita mendengar (mengetahui cerita secara keseluruhan).beberapa golongan motif cerita rakyat:
  • Cerita rakyat panjang (perjalanan waktu panjang)tetapi mempesona/memikat (The Long Sleep or Enchantment)
  • Kekuatan-kekuatan/tenaga-tenaga gaib/magis
  • Cerita rakyat mengenai perubahan yang magis
  • Cerita rakyat dengan objek yang magis
  • Cerita rakyat mengenai harapan/cita-cita
  • Cerita tentang tipu daya (tentang kelcikan)

Cerita Binatang

Cerita yang menceritakan binatang-binatang bertingkah laku seperti manusia. Terkadang anak-anak suka membandingkan versi dari berbagai cerita terkenal, mengamati perbedaan pemeranan, teknik ilustrasi, media, dan penggunaan bahasa pencritaan.
Di Indonesia cerita-cerita binatang tersebut juga kita temui dengan berbagai versi misalnya: kancil yang cerdik, kancil dan buaya, kancil dan lembu, kancil dan harimau, dll.

Cerita Noodlehead

Bagian dari emua budaya rakyat, cerita-cerita tersebut biasanya mengikuti pola-pola. Kelucuan, omong kosongnya, kemustahilan, ketollan atau kedunguan.

Cerita Keajaiban

Cerita sihir dan cerita peri yang gaib.

3.      Fable, Legenda, dan Mitos sebagai karya Tradisional

Fable merupakan cerita mengenai kehidupan binatang.
L. T. Tjahono, fable merupakan dongeng yang mengangkat kehidupan binatang sebagai bahan cerita (1988: 167).
Huck (1987). Fable merupakan dongeng mengenai binatang atau unsure-insir yang lain.
Di Indonesia fable diciptakan karena nenek moyang kita amat dekat dengan alam, sehingga binatang pun mereka anggap sebagai mahluk tuhan yang memilik kemampuan seperti manusia.

Ciri-ciri fable:
  1. Berkisah tentang binatang atau unsure alam lain yang mampu berbicara (berkomunikasi) layaknya sebagai manusia.
  2. Bersifat simbolis.
  3. Bersifat disaktis dan moralistis.
  4. Ringkas dan sederhana.
Istilah mitos agaknya sulit untuk dijelaskan, karena memilikim wilayah makna yang cukup luas. Kita sering mendengar bagaimana pelukis dan penyair mencari mitologi, kita juga mendengar tentang mitos kemajuan atau mitos demokrasi, akan tetapi kita tidak dapat begitu saja menciptakan mitos (Welek, 1993: 244).

4.      Cerita Fantasi: Jenis dan Karakteristik

Pengertian cerita fantasi

Cerita yang berupa khayalan, lamunan. Imajinasi yang merupakan penyajian objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang mungkin atau tidak mungkin ada dalam kenyataan (Kertono, 1987: 168).
Cerita fantasi juga dapat diartikan sebagai cerita yang dibuat berdasarkan roduk imajinasi seseorang seakan ada dalam kehidupan sehari-hari tetapi kenyataannya hanya dalam impian.
Zoest (1990: 5-7), cerita fantasi adalah:
  1. Menggambarkan dunia yang tidak nyata.
  2. Dunia yang dibuat sangat miripdengan kenyataan dan menceritakan hal-hal yang aneh.
  3. Menggambarkan suasana yang asing dan peristiwa-peristiwa yang suukar diterma akal.

Karakteristik cerita fantasi

Huck menguraiakan cerita ffantasi anak diharapkan:
  1. Memberikan kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan.
  2. Cerita sastra dapat mengembangkan daya imajinasi anak.
  3. Cerita dapat memberikan pengalaman-pengalamann baru.
  4. Mengembangkan wawasan dengan prilaku insane.
  5. Menurunkan warisan dari generasi ke generasi terdahulu ke generasi berikutnya.
Cerita fantasi dapatmencerminkan erasaan dan pengalaman anak-anak untuk menunjang:
  1. Perkembangan berbahasa.
  2. Perkembangan berfikir (kognitif).
  3. Perkembangan kepribadian.
  4. Perkembangan bermasyarakat (sosial).

Jenis-jenis cerita fantasi

Stewig (1980:409-442):
  1. Fantasi sederhana untuk anak-anak kelas awal.
  2. Dongeng rakyat.
  3. Cerita binatang dengan kemampuan khusus.
  4. Ciptaan yang aneh.
  5. Ciptaan manusia dengan kemampuan tertentu.
  6. Cerita boneka mainan.
  7. Cerita tentang benda-benda gaib.
  8. Cerita petualangan.
  9. Cerita tentang kekuatan jahat.
Huck (1987:339-374):
  1. Cerita rakyat.
  2. Cerota binatang.
  3. Cerita boneka mainan.
  4. Cerita yang menakutkan/gaib.
  5. Cerita petualangan.
  6. Cerita fantasi modern.
Macam-macam cerita fantasi:
  1. Fantasi binatang.
  2. Fantasi mainan boneka.
  3. Fantasi dunia liliput.
  4. Fantasi tentang alam gaib.
  5. Tipu daya waktu.
  6. Fantasi tinggi.

5.      Fiksi ilmu pengetahuan

Fiksi ilmu pengetahuan adalah suatu bentuk fiksi berdasarkan bentuk hipotesis tentang ramalan yang masuk akal. Alur, tema, dan laarnya secara imajinatif didasarkan pada pengetahuan, teori dan spekulasi ilmiah. Misalnya cerita tentang perjalanan ruang angkasa, petualangan diplanet lain dan sebagainya.
Cerita fiksi ilmu pengetahuan ini biasanya menyajikan cerita-cerita yang bertema:
  1. Menanamkan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap arti penting keseimbangan ekosistem pada tiap-tiap individu.
  2. Menyuguhkan pengertian tentang seluk beluk suatu benda atau proses teknis suatu penemuan.
  3. Memberikan bimbingan yang terampil dalam melakukan suatu karya sastra untuk dapat dipraktikkan oleh anak sendiri.

6.      Cerita sejarah

Cerita rekaaan yang timbul di suatu masa yang lalu (seting waktunya adalah masa lampau). Secara sederhana, yang dimaksud dengan cerita sejarah adalah cerita rekaan yang timbul di suatu masa lalu (settingnya-setting waktunya-adalah suatu masa yang lampau).

Criteria cerita sejarah

  1. Buku cerita sejarah harus menarik juga harus memenuhi tuntutan keseimbangan antara fakta dan fiksi.
  2. Cerita sejarah tidak perlu harus tepat dan otentik.
  3. Cerita sejarah harus akurat merefleksikan semangat atau jiwa dan nilai yang terjadi waktu itu beserta kejadian-kejadiannya.
  4. Penulis cerita sejarah harus tetap berpijak dengan seksama pada tempat-tempatb sejarahnya.
  5. Keotentikan bahasa dalam cerita sejarah harus pula menapat perhatian.
  6. Cerita sejarah harus dapat mendramatisasi dan memanusiakan fakta-fakta sejarah.
  7. Kebenaran settingnya.
  8. Kebenaran karakter tkoh-tokohnya.
  9. Kebenaran kejadiannya.
  10. Keseimbangannya.
  11. Membantu anak-anak untuk mengalami masa lalu, masuki komplek, derita, kebahagiaan, dan lain-lain.
  12. Memberikan pengalaman kepada anak dan berperan untuk masa lalu.
  13. Mendorong anak untuk berfikir dan merasakan, dan buku masa lalu mengundang perbandingan dengan buku masa kini.
  14. Memberikan kesempatan kepada anak untuk berfikir kritis dan menilai novel-novel yang mempunyai komplek besar, karakter yang kuat, sulit menentukan pilihan.
  15. Perspektif historis membantu siswa untuk melihat, menilai kesalahan masa lalu dengan lebih jelas.

Hal penting yang harus diperhatikan:

Nilai-nilai dalam cerita sejarah:

7.      Biografi

Biografi merupakan kejadian masa lampau utamanya enceritakan keadaan atau perjalanan hidup seseorang. Criteria crita biografi:
  1. Pilihan subjek
  2. Akurasi/keotentikan
  3. Gaya/bahasa pengarang
  4. Karakterisasi
  5. Tema
Biografi masih asing dalam kehidupan anak-anak, karena masih belum banyak jumlahnya. Berdasarkan pengarang mengolah fakta dan data, biografi diibagi menjadi:
  1. Biografi Otentik
Biografi untuk orang dewasa. Benar-benar berupa dokumentasi yang baik, yang merupakan hasil penelitian yang cermat mengenai kehidupan seseorang. Pernyatan-pernyataan yang benar-benar telah dkeahuidan diucapkan subbjek yang dimasukkan dalam percakapan.
  1. Biografi Difiksi

Biografi yang didasarkan pada penelitian yang mendalam. Membiarkan pengarang mendramatisir peristiwa-peristiwa tertentu dan mempersonalisasikan subjek tersebut, bukan sekedar melaporkan langsung seperti biografi otentik. Biografi difiksi merupakan naratif bukan analitis.

Friday, October 28, 2016

Friday, October 28, 2016 - , No comments

Cara Memilih Dongeng Sesuai Usia Anak

Pada usia berapa kita sudah bisa mendongengkan cerita pada anak? Sebenarnya semakin dini, semakin baik, bahkan kita sudah bisa memulainya ketika anak berusia 6 bulan. Tentunya kita tak memberi dongeng atau cerita yang utuh karena anak belum mengerti. Cukup yang sederhana saja. Misalnya, cerita tentang kelinci lalu tambahkan bahwa kelinci berwarna putih dan suka makan wortel mislnya.

Memilih cerita merupakan faktor penting yang mesti dipertimbangkan orangtua. Sebab, pemahaman anak berbeda-beda sesuai usianya. Carilah cerita yang kira-kira dapat dipahami anak dan cocok dengan kadar emosional serta pengalaman mereka.


Menilik begitu banyaknya manfaat yang didapat anak lewat dongeng atau cerita yang orang tua tuturkan, banyak pakar yang menyarankan agar para orangtua mau meluangkan waktu untuk bercerita atau mendongeng untuk anak. Tidak perlu harus selalu di malam hari. Siang atau sore pun, bisa. Tentu saja, pilih waktu yang tepat. Kalau dia baru bangun tidur lalu didongengi, ya, tentu saja tidak pas, karena, minat mendengarkannya pasti tidak ada. Berikut gambaran sederhana tentang usia anak.

Umur 0 Sampai 2 Tahun

Pada masa ini yang lebih berkembang dari anak adalah sensorik-motorik, dan tidak heran kalau pada masa ini tingkah laku dan pemikiran anak didasari pada sensorik motorik tersebut. Dan pilihan cerita yang cocok adalah cerita dengan obyek yang ada di sekitar lingkungan anak, karena pada usia ini anak memerlukan visualisasi dari apa yang orang tuanya atau sapa saja yang bercerita dengan mereka. Sebagai langkah awal orang tua bisa memilih sesuatu yang sudah ia kenal, misalnya, kita bisa mengarang cerita tentang dinding dan seekor cicak di rumah. Dengan demikian, anak makin mudah memahami cerita karena obyek yang ada dalam cerita, sangat akrab dengan kehidupan sehari-harinya.

Pada usia anak usia 0-2 tahun ini, pada umumnya anak belum bisa berfantasi dikarenakan keterbatasan bahasa mereka. Maka dari itu orang tua harusmampu berimajinasi lebih serius, kalau bisa mempraktekan suara cicak, harus persis dengan yang aslinya, kalau menceritakn kucing yang kesakitan, ya cobalah untuk “mengeong” sedramatis mungkin. Agar imajinasi anak bisa bisa berkembang dengan baik.

Jika orang tua memilih bercerita dengan bantuan seperti buku cerita atau buku bergambar, cari buku dengan sedikit teks, tapi banyak gambar. Ini agar anak tidak bosan. Anggaplah buku itu sebagai bagian dari mainan dan hiburan anak.
 

Umur 2 sampai 4 Tahun

Usia ini adalah usia pembentukan. Dan anak memiliki kesempatan yang banyak pada masa ini untuk mengenal dan mempelajari konsep-konsep baru. Di umur 2-4 tahun, anak sangat tertarik mempelajari konsep manusia dan konsep kehidupan. Dan pada usia ini mereka senang sekali menirukan tingkah laku orang dewasa. Hal ini bisa dilihat ketika anak lebih cenderung bermain peran-peranan seperti, dokter-dokteran, beerjualan di pasar dan lain-lain.

Dan orang tua juga bisa menceritakan tentang karakter-karakter binatang yang disesuaikan dengan keseharian anak. Ini bisa dilakukan karena anak sudah pandai berfantasi. Fantasi ini mencapai puncaknya saat mereka berusia 4 tahun. Begitu tingginya daya imajinasi anak pada usia ini, kadang ia tidak bisa membedakan antara kenyataan dan fantasi yang ia ciptakan sendiri. Itu pula sebabnya di usia ini anak lebih sering merasa takut pada kegelapan atau sesuatu yang menakutkan.

Umur 4 sampai 7 Tahun

Ketika anak beranjak keusia yang lebih matang seperti usia 4-7 tahun, anak sudah bisa diperkenalkan pada dongeng-dongeng yang lebih kompleks, seperti dongeng batu menangis. Mereka juga sudah mulai menyukai cerita-cerita tentang terjadinya suatu benda dan bagaimana cara kerja sesuatu. Inilah kesempatan orangtua untuk mendorong minat anak untuk mengetahui banyak hal.

Semasa anak anak duduk di bangku SD pun, dongeng masih efektif untuk diberikan. Makanya dari itu, banyak sekali sekolah-sekolah yang masihmempunyai pelajaran tentang cerita fiksi. Apa pun, salah satu fungsi dongeng adalah memberikan hiburan dan kesenangan bagi anak. Karena itulah hiburan perlu juga untuk perkembangan anak. Selain itu, dongeng juga meningkatkan apresiasi anak terhadap nilai-nilai sastra. Sebagai bahan cerita, sebenarnya orang tua tidak terlalu sulit, para orng tua bisa saja mengambil referensi tentang pengalaman semasa kecil, hal ini akan jauh lebih menarik perhatian anak sebagai cerita menjelang tidur atau di saat mereka sedang mereka. Anak-anak akan mendengar cerita tentang ayah atau ibu mereka waktu kecil, seperti saat sang ayah bermain bola kaki, layang-layangan atau cerita ibu yang sering menangis kalau ditinggal ayah dan lain sebagainya.


Dikutip dari : http://jalurilmu.blogspot.co.id/2011/12/cara-memilih-dongeng-sesuai-usia-anak.html

Thursday, October 27, 2016

Thursday, October 27, 2016 - , No comments

Perbedan Bacaan Sastra Anak Usia Kelas Rendah dan Kelas Tinggi

Kelas 1-2 dominan diberikan bentuk cerita bergambar.
1.  Kelas 3-4 diberikan puisi, sastra tradisional dan cerita fantasi.
2.  Kelas 5-6 diberikan puisi dan bentuk ceritan realistic kontenporer, kesejarahan, serta cerita fiksi kelimuan.

Berdasarkan psikologi kognitif, tingkat perkembangan kognitif anak sudah memiliki kemampuan:
  1. Menghubungkan dan membandingkan pengalaman kongkret yang diperooleh dengan kenyataan baru yang dihadapi.
  2. Membedakan pembedaan dan memilahan..
  3. Menangkap dan menyusun pengertian-pengertian tertentu berdasarkan gambaran kongkretnya.
  4. Menandai cirri ggambaran kenyataan secara aspectual, dan membuat hubungan berdasar vicarious experience.
Dalam situasi ini, anak baru bisa menghubungkan gambarann kisah yang menceritakan dalam bacaan secara imajinatif dengan kisah yang ditemukannya dalam realita.
Pada jenjang kelas terakhir, anak sudah mampu:
  1. Membentuk pengertian melalui penyusunan konsepsi secara logis dan sisteatis.
  2. Menghubungkan satuan-satuan pengertian secara spekulatif guna membentuk pemahaman secara komprehensif.
  3. Mengambil kesimpulan secara tentative berdasarkan spekulasi hubungan resiprokal, pennolakan, dan penerimaan isi pernyataan dan bentuk-bentuk hubungan secara korelatif.
Pada saat situasi ini, anak jenjang kelas terakhir sudah mampu membaca bacaan yang diperuntungkan bagi orang dewasa walaupun dalam proses asimilasi dann akomodasi yang mengakibatkan ketidk seimbangan antara isi bacaan dan hasil apresiasi.

Minat anak SD jenjang kelas menengah biasanya mengarah pada bentuk cerita fantasi dan cerita-cerita rakyat atau tradisional. Sedangkan kelas jenjang akhir lebih menyukai cerita realistic, kesejarahan, cerita ilmiah, dan biografi.

Wednesday, October 26, 2016

Wednesday, October 26, 2016 - , 1 comment

Cara Penuturan Cerita untuk Anak

Pemilihan kata, penggunaan bahasa, teknik pengggambaran, tokoh dan latar cerita, hal inilah yang dipakai sebagai penentu dalam teknik penutur kata.
Dengan menggunakan kata dan gaya bahasa yang konkret sesuai dengan perkembangan kognitif mereka dan mengacu pada pengertian yyang tersurat.
Prnuturan latar dan tokoh sebaiknya lebih banyak digunakan teknik adegan dilengkapi dengan dialog ata penggambaran dan teknik montase yaitu penuturan berdasarkan kesan dan obserasi yang tersaji secara ososiatif. Cara penutura bisa dilakukan secara reportatif, deskriptif, naratif, attau secara langsung.

1.      Tokoh

Yang yang dipakai jumlahnya tidak terlalu banyak (tidak melebihi 6 pelaku).

2.      Penokohan

Penokoha atau karakterisasi tookoh dilaukan denga tega dann langsung menggambarkan wataknya dengan dilengkapi oleh penggambaran fisik dengan cara jelas.

3.      Latar cerita

Latar anak hendaknya menggambarkan tempat-tempat tertentu yang menarik minat mereka, disesuaikan kedektannya dekan anak. Misalnya, lingkungan rumah, sekolah, tempat bermain, kebun binatang, dan lain-lain.

4.      Alur atau Plot

Alur atau plot yang digunakan hendaknya bersifat linier dan berpusat pada suatu cerita sehingga tidak membingungkan anak.

5.      Tema

Tema yang diigunakan juga harus sesuai dengan minat anak, misalnya tentang keluarga, berteman, cerita misteri, petualangan, fantasi, cerita yang lucu-lucu, tantang binatang, crita kepahlawanan, dan sebagainya. Point of view dalam cerita anak-anak dipilih penutur yang langsung menyebutkan nama.

Dikutip dari : http://ahmadatasnim-fib12.web.unair.ac.id/artikel_detail-86969-umum-Bacaan%20Cerita%20Anak%20Usia%20SD:%20Karakteristik%20dan%20Jenisnya.html

Tuesday, October 25, 2016

Tuesday, October 25, 2016 - No comments

Karakteristik Bacaan cerita Anak

Bacaan sastra untuk anak dapat berupa pisi ataupun fiksi dengan kategori yang sangat luas: cerita fantasi, sejarah dan biografi, fiksi ilmiah, dan sebagainya. Adapun ciri-ciri bacaan anak bila ditinjau dari beberapa segi antara lain sebagai berikut.

1.      Bentuk penyajian

Dalam bentuk penyajian sebuah buku bacaan untuk anak-anak harus memmperhatikn format buku, bentuk huruf, variasi warna kertas, ukura huruf, dan kekayaan gambar.
Ilustrasi gambar sampul hendaknya mewakili tema yang digarapdalam buku itu dan harus disesuaikan dengan khalayak penikmattnya (siswa SD).
Bentuk buku dipilih bentuk persegi panjang yang horizontal dengan ukuran disesuaikan, misalnya kelas awal dan menengah menggunakan ukuran 20,5x28 cm, sedangkan untuk kelas tinggi 20,5x23 cm.
Buku dijilid tebal sehingga tidak mudah rusak dan divariasikan dengan arna yang variatif yang memberian efek visual yang menarik.
Ukuran dan bentuk huruf handaknya tidak terlalu kecil, tetapi tidak terlalu besar, sehingga tidak menyulitkan anak saat membaca. Dicetak dalam kertas putih yang bersinar sehingga memberikan efek visual yang lebih.ilustrasi gambar sebagai alat penceritaan harus mampu membuat cerita lebih hidup, menunjukka adanya harmoni atau kesesuaian dengan cerita.

2.      Bahasa yang Digunakan

Bahasa yang digunakan sebaiknya bahasa yang sederhana. Dari segi penguasaan struktur tata bahasa maupun dari segi kamampuan anak dalam memproduksi da memahaminya.
Maka kata-kata yang digunakan hendaknya sesuai  dengan jenis kosakata yang semestinya dikuasai anak SD dengan mengacu pada kenyataan konkret yang diasumsi dekat dan akrab dengan kehidupan anak. Kata-kata yang masih asing bagi aak maka sebaiknya dilengkapi dengan ilusrasi gambar melalui  paparan deskriptif.

Segi kalimat sebaiknya digunakan kalimat sederhana, dalam arti tidak terlalu panjang dan tidak banyak menggunakan pelesapan kata.

Monday, October 24, 2016

Monday, October 24, 2016 - , No comments

Right Approach For Story Telling

As much as storytelling is important, it is also important to make sure that it is being told in the right way. The 7 points mentioned below will help you understand these techniques and become a better storyteller:

 1. Length Of The Story
A story should neither be too short nor too long. A short story might not be able to deliver the right message, while a long one might become boring and uninteresting. So, decide the length by keeping your audience in mind.

 2. Comfortable Setting
Choose a comfortable space to read out the story. The place should create the perfect mood and ambiance for storytelling.

3. A Proper Introduction
If you are telling it from memory, let your child know where you heard the story or who you heard it from. Tell them how it helped you and how you think it will benefit your audience. Try to create an interest right from the start.

4. Proper Expressions
While narrating a story, make sure to use proper hand gestures and facial expressions. You can also make different sounds or ask your child to do so to make storytelling as interesting as possible.

 5. Loud But Slow
Make sure you speak loudly but at a slow pace. Your voice should be able to depict the right kind of emotions as mentioned in the story. Vary your voice, tone, pitch as per the requirement of the story and use pauses at appropriate places.

6.  Involve Your Children
Try to involve your children by using various phrases or by asking them questions like ‘Do you know?’ You can also ask them to find out the message conveyed through the story, thereby making them more involved.

Sunday, October 23, 2016

Sunday, October 23, 2016 - , No comments

Cara Membuat Dongeng yang Baik dan Menarik

Syarat-Syarat Menjadi Seorang Pendongeng
Menurut Poerwadarminto (1985: 357) dongeng adalah: “Cerita terutama
tentang kejadian zaman dahulu yang aneh-aneh atau cerita yang tak terjadi”,
sedangkan menurut sarikata Bahasa Indonesia (1998: 155) dongeng adalah cerita
yang tidak benar-benar terjadi (terutama tentang kejadian zaman dahulu yang anehaneh).
Jadi dongeng merupakan cerita yang dibuat tentang hal-hal aneh yang
merupakan kejadian yang tidak sesungguhnya terjadi. Dongeng termasuk bentuk
prosa lama.
Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga
melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral) bahkan sindiran. Jadi, dongeng
adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan tidak terikat oleh
waktu maupun tempat, yang mempunyai keguanaan sebagai alat hiburan atau pelipur
lara dan sebagai alat pendidik (pelajaran moral).
Kemampuan dalam mendongeng atau bercerita adalah sebuah kemampuan
atau keterampilan berbahasa lisan yang bersifat progresif. Karena itu mendongeng
sangat erat dengan kemahiran dalam berbicara. Hal ini menjadi penting karena
keterampilan mendongeng bukanlah hanya sebagai keterampilan berkomunikasi saja,
tapi labih jauh dari itu, bahwa mendongeng adalah sebagai sebuah bagian dari
kemampuan seni.
Mendongeng, baik yang langsung dihadapan pendengar ataupun di radio tentu
tidak lepas dari pihak lain yaitu pendengar. Maka dari itu, pendongeng harus selalu
meemposisikan diri sebagai orang yang memiliki lawan bicara. Layaknya orang yang
sedang berkomunikasi dengan pendengar. Ini berarti bahwa ia harus menyadari apa
yang didongengkannya bisa jadi didengarkan mungkin diabaikan oleh pendengar.
Jadi, pendongeng harus menyadari bahwa ia mendongeng bukan untuk dirinya
sendiri, melainkan untuk pendengar.
Pengisahan dongeng mengandung suatu harapan-harapan, keinginan dan
nasihat yang tersirat maupun yang tersurat. Ketika seorang ibu bercerita kepada anakanaknya
kadang-kadang ajarannya diungkapkan secara nyata dalam akhir cerita tetapi
tidak jarang diungkapkan secara tersirat. Dalam hal ini sang anak diharapkan mampu
merenungkan, mencerna dan menterjemahkan sendiri amanat yang tersirat didalam
cerita tadi.
Indonesia adalah negara yang kaya akan dongeng, khususnya dongeng untuk
anak-anak. Masing-masing wilayah di Indonesia memiliki koleksi dongeng yang
memanfaatkan potensi alam sekitar, supaya emosi audiensi dapat lebih terbangun.
Tengok saja dongeng timun mas dari Jawa Tengah, Si Kabayan dari Jawa Barat atau
juga Pengeran Si Katak-katak dari Sumatra Utara. Sampai saat ini, dongeng masih
memiliki tempat di hati anak-anak Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kemasan
dongeng yang merupakan perpaduan antara unsur hiburan dengan pendidikan.
Lalu bagaimana dengan para orang tua? Kepandaian orang tua dalam
mendongeng akan membangkitkan daya imajinasi anak dengan sendirinya.
Bagaimana orang tua menggambarkan seorang tokoh yang baik hati, ramah dan suka
menolong, atau bagaimana orang tua mengambarkan seorang tukoh yang jahat dan
bringas. Imajinasi anak akan dapat terbang seakan mereka dapat mendiskripsikan
sendiri gambaran tokoh tersebut.
Mendengarkan dongeng lebih banyak dilakukan oleh orang tua ketika anak
hendak tidur. Orang tua harus bisa menyediakan waktu untuk mendongeng dan ketika
pengalaman pertama membuat anak tertarik, maka untuk selanjutnya anak selalu
meminta orang tua untuk mendongeng. Ini merupakan kesempatan bagi orang tua
untuk memperkaya anak dengan pengetahuan dan moral ketika dongeng
disampaikan.
Dan akan menjadi rutinitas yang sangat menarik ketika tiada malam tanpa
dongeng antara orang tua dan anak. Anak asyik mendengar sedangkan orang tua
asyik mendongeng. Anak tidur pulas setelah menyimak dongeng bahkan sebelum
dongeng berakhir, dan orang tua bahagia memandangi anak yang tertidur pulas.

Berdasarkan sarana yang digunakan oleh pendongeng, menurut Muhammad
Fakhrudin (2002) syarat-syarat yang perlu diperhatikan adalah:

1. Kemampuan Fisik
a) Pendongeng harus mampu menggunakan penghasil suara secara lentur
sehingga dapat menghasilkan suara yang bervariasi. Dalam hal ini
pendongeng harus mampu menyuarakan peran apapun dan adegan apapun.
b) Pendongeng harus mampu menggunakan penglihatan secara lincah dan lentur
sesuai dengan keperluan. Jika mendongeng di hadapan pendengar, ia harus
menggunakan mata untuk kepentingan ganda. Pertama, mata digunakan untuk
memperkuat mimik. Kedua, sarana itu digunakan pula untuk berkomunikasi
dengan pendengar.
2. Kesiapan Mental dan Daya Pikir
a) Pendongeng harus bersikap mental serius, sabar, lapang dada, disiplin, taat
beribadah, berakhlak karimah, dan senang berkesenian. Semua sikap mental
tersebut sangat diperlukan oleh pendongeng karena mendongeng memerlukan
pemahaman yang sangat mendalam.
b) Pendongeng harus berpikiran cerdas dan kreatif. Kecerdasan diperlukan
karena pendongeng harus dapat menafsirkan isi dongeng secara tepat.
Pendongeng tidak boleh menafsirkan isi dongeng sesuai dengan kehendaknya
tanpa memperhatikan ide dasar dongeng.
c) Pendongeng harus berpengetahuan umum, luas dan berketerampilan bahasa
(Indonesia). Pengetahuan umum sangat bermanfaat bagi pendongeng. Dengan
memiliki pengetahuan umum yang luas, ia memiliki rasa percaya diri yang
tinggi.
Sementara itu, Margareth Read MacDonald menyatakan bahwa untuk menjadi
pendongeng yang baik diperlukan tiga modal utama. Pertama, sang pendongeng harus
mempunyai cerita yang bagus. Ia melihat kebanyakan cerita yang disampaikan
seorang pendongeng bersumber dari buku. Tidak semua cerita itu siap untuk
disampaikan kepada anak-anak. Sering kali cerita dalam buku terlalu panjang dan
akibatnya dapat membosankan anak-anak jika disampaikan secara lisan. Cerita-cerita
ini masih harus dikemas lebih lanjut. Cerita yang telah dikemas untuk disampaikan
secara lisan inilah yang dimaksud MacDonald dengan cerita yang bagus. Kemudian,
dua modal lainnya untuk dapat mendongeng dengan baik menurut MacDonald adalah
sang penutur menyukai dan menikmati cerita maupun proses penyampaiannya.
Sebab, anak-anak bisa melihat hal ini dari sang pendongeng.
Membuat Dongeng Yang Baik Dan Menarik
Menurut Lustantini Septiningsih (1998: 16), ada empat unsur penting yang
menjadi kunci ketertarikan pendengar (anak-anak) pada suatu dongeng. Yaitu, tema,
tokoh, alur cerita, dan latar cerita. Hal ini harus diperhatikan oleh seorang
pendongeng atau orang tua agar dapat membuat dongeng yang menarik sehingga
tujuan dari mendongeng benar-benar tersampaikan kepada anak. Sebab, mendongeng
tidak hanya bertujuan untuk hiburan atau melewatkan waktu luang saja, akan tetapi
sangat banyak berisikan pelajaran (moral), nilai-nilai yang kelak akan ditanamkan
kepada anak. Segala tujuan mental itu sangat efektif jika disisipkan ke dalam cerita
atau dongeng yang menarik. Dongeng adalah cerita prosa rakyat yang dianggap
benar-benar terjadi dan tidak terikat oleh waktu maupun tempat, yang mempunyai
keguanaan sebagai alat hiburan atau pelipur lara dan sebagai alat pendidik (pelajaran
moral).
Satu unsur dapat lebih menonjol diantara unsur lainnya, karena bisa jadi
sebuah dongeng dikatakan menarik karena alur dan penokohan saja yang menonjol.
Tentu lebih baik apabila keempat unsurnya dapat dikerjakan oleh pengarang dongeng
dengan maksimal. Berikut adalah uraian tentang unsur-unsur yang penting dalam
sebuah dongeng yang baik.
1. Tema
Pengarang menampilkan sesuatu tema karena ada maksud tertentu atau
pesan yang ingin disampaikan. Maksud atau pesan yang ingin disampaikan itu
disebut amanat. Jika tema merupakan persoalan yang diajukan, amanat
merupakan pemecahan persoalan yang melahirkan pesan-pesan.
Tema cerita merupakan konsep abstrak yang dimasukkan pengarang ke
dalam cerita yang ditulisnya, sekaligus sebagai pusat yang terdapat dalam suatu
cerita.
2. Tokoh
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan
dalam berbagai peristiwa yang ada dalam cerita (Lustantini Septiningsih, 1998:
16).
Setiap cerita memiliki paling sedikit satu tokoh dan biasanya ada lebih
dari satu. Tokoh-tokohnya mungkin binatang, orang, obyek, atau makhluk khayal.
Tokoh dapat memiliki dua sifat, yaitu protogonis (karakter yang melambangkan
kebaikan, menunjukkan sikap positif dan merupakan contoh yang layak ditiru)
dan antagonis (karakterister yang berlawanan dengan tokoh protagonis,
merupakan contoh karakter yang harus dijauhi sikap dan perbuatannya).
Penokohan yang dipilih dipengaruhi oleh sifat, ciri pendidikan, hasrat,
pikiran dan perasaan yang akan diangkat oleh pengarang untuk menghidupkan
dongeng.
3. Alur
Alur adalah konstruksi mengenai sebuah deretan peristiwa secara logis
dan kronologis saling berkaitan yang dialami oleh pelaku.
Alur dibagi menjadi dua macam, yaitu alur lurus dan alur sorot balik. Alur
lurus adalah peristiwa yang disusun mulai dari awal, tengah, yang diwujudkan
dengan pengenalan, mulai bergerak, menuju puncak dan penyelesaian. Alur sorot
balik adalah urutan peristiwa yang dimulai dari tengah, awal, akhir atau
sebaliknya. Alur dapat melibatkan ketegangan, pembayangan dan peristiwa masa
lalu. Hal ini dimaksudkan untuk membangun cerita agar peristiwa ditampilkan
tidak membosankan.
Selanjutnya alur ditutup dengan ending, yaitu happy ending (bahagia) atau
sad ending (sedih). Untuk ending terserah kepada pendongeng apakah akan
membuatnya menjadi akhir yang bahagia atau akhir yang menyedihkan.
4. Latar / Setting
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacauan yang berkaitan
dengan ruang, waktu dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra
(Lustantini Septiningsih, 1998: 44). Dengan demikian sebuah latar cerita akan
memberi warna cerita yang ditampilkan, disamping juga memberikan informasi
situasi dan proyeksi keadaan batin para tokoh.
Istilah latar biasanya diartikan tempat dan waktu terjadinya cerita. Hal
tersebut sebagian benar, tetapi latar sering berarti lebih dari itu. Di samping
tempat dan periode waktu yang sebenarnya dari suatu cerita, latar meliputi juga
cara tokoh-tokoh cerita hidup dan aspek kultural lingkungan. Berikut penjelasan
tentang latar atau setting:
Ada dua macam latar yang kerap digunakan, yaitu latar sosial (mencakup
penggambaran keadaan masyarakat, kelompok sosial dan sikapnya, adat
kebisaaan, cara hidup, maupun bahasa yang melatari peristiwa) dan latar fisik atau
material (mencakup tempat, seperti bangunan atau daerah). Latar adalah cerita
akan memberi warna cerita yang ditampilkan, disamping juga memberikan
informasi situasi dan proyeksi keadaan batin para tokoh.
Satu unsur di atas dapat lebih menonjol diantara unsur lainnya, karena bisa
jadi sebuah dongeng dikatakan menarik karena alur dan penokohan saja yang
menonjol. Tentu lebih baik apabila keempat unsurnya dapat dikerjakan oleh
pengarang dongeng dengan maksimal. Contoh dari dongeng yang memiliki
kekuatan dari seluruh unsur penting dongeng adalah Timun Mas. Alur cerita yang
melibatkan ketegangan dan peristiwa masa lalu telah berhasil memancing
imajinasi audience untuk mengikuti cerita. Penokohan dikerjakan dengan
mengikutsertakan karakter protagonis dan antagonis yang menghasilkan
kekontrasan. Timun Mas dan orangtunya melambangkan karakter protagonis
sedangkan raksasa melambangkan karakter yang antagonis dengan kejahatan dan
ketamakannya. Latar cerita benar-benar mengajak imajinasi audience pada
suasana kehidupan pedesaan yang penuh fantasi. Tema dari dongeng ini jelas,
yaitu menggambarkan tentang keberanian bertindak diatas kebenaran untuk
mengalahkan ketamakan dan kejahatan. Keempat unsur ini sangat sesuai dengan
target audiencenya yaitu anak-anak.

Saturday, October 22, 2016

Saturday, October 22, 2016 - , No comments

Buku Anak yang Baik dan Layak Terbit?

Sebelum lebih jauh membahas Buku Anak yang layak terbit, ada baiknya kita simak dahulu apa yang dikatakan oleh para pakar psikolog tentang dunia anak. Begini katanya;

Pertama, “… anak usia sekolah dasar itu mempunyai ciri-ciri yang khas, yang berbeda dengan psikologi perkembangan balita atau remaja. Baik dalam perkembangan fisik, kognitif, dan bahasa, serta perkembangan sosial emosional mereka.”

Kedua, “ … bacaan untuk mereka sangat berperan dalam melatih kelancaran membaca, meningkatkan minat baca, dan memperluas wawasan. Dan, dapat pula berperan sebagai perangsang untuk meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas mereka.”


Ketiga, “ … anak-anak sekolah dasar itu mampu berpikir abstrak dan mampu memperoleh informasi lebih, menggunakan pengetahuan baru untuk melakukan penalaran (reasoning), memecahkan masalah (problem solving), dan melakukannya.”

Keempat, “ … pada masa anak-anak akan terjadi peningkatan daya ingat (memori), akan terjadi perubahan dalam cara mereka berpikir mengenai kata-kata. Mereka mulai tidak lagi terikat dengan gerak dan dimensi. Mereka lebih analitis di dalam pendekatan terhadap kata-kata.”

Kelima, “ … pada masa ini mereka mulai banyak menghabiskan waktu bersama teman, memperluas kontak dengan orang lain sehingga mereka senang bergaul, mengeksplorasi lingkungan, dan mencari sesuatu yang baru.”

Keenam, “Perkembangan sosial-emosional mereka banyak berkaitan dengan perkembangan diri (self), perkembangan gender, dan moral. Tentunya dengan sudut pandang mereka.”

Apa hubungannya cerita anak dengan perkembangan anak?

Sangat berhubungan karena dengan mengetahui perkembangan mereka, minimal kita bisa mengembangkan ide yang sesuai dengan mereka, sehingga apa yang nanti dihasilkan tidak hanya menarik, tapi juga kena pada mereka.

Coba kita sama-sama lihat dan renungkan kembali, kira-kira kalau dari pandangan psikolog di atas, cerita-cerita seperti apa yang layak untuk teman-teman kecil kita itu?

Dari point pertama, anak-anak berarti membutuhkan cerita-cerita yang berbeda dari remaja or dewasa. Point kedua perlu adanya pilihan kata yang tepat, penuh informasi, dan cerita yang imajinatif. Point ketiga memberi gambaran tentang solusi dalam menghadapi masalah. Point keempat harus hati-hati ketika mengemukakan masalah. Point kelima memberi wawasan di luar lingkungan keluarga mereka. Dan, keenam membuat mereka percaya diri.

Nah, dari enam point di atas saja sebetulnya sudah sangat banyak tema-tema yang bisa diangkat dalam cerita anak. Sekarang tinggal bagaimana kita menyajikannya. Point penyajian inilah yang jadi point utama sebuah cerita layak muat atau tidak.

Kalau kita coba peras lagi point-point di atas, secara garis besar, cara menyajikan cerita anak itu jangan terlalu mudah, deskriptif atau pesannya gamblang karena akan mudah ditebak dan tidak menimbulkan tantangan yang menarik buat mereka. Begitu juga cerita yang cengeng dan sangat deskriptif menceritakan kesedihan, justru akan menghilangkan empati mereka.

Cerita yang humoris, segar, dan aktual akan sangat menarik karena membuat anak-anak terhibur, tentu saja kalau penceritaannya dengan cara yang tidak menggurui. Dan satu lagi, cerita jangan mencemooh keanehan fisik seseorang yang dapat menyinggung perasaan.


Unsur apa lagi yang pasti dilihat Penerbit?
Selain tema dan cara penyajian, penerbit juga sangat mempertimbangkan bahasa serta ending cerita. Kenapa? Karena bahasa menjadi media utama alat komunikasi antara penulis dengan pembaca. Kenapa? Karena ending akan membuat pembaca memahami secara untuh sebuah cerita. Ending atau penutup cerita harus membuat cerita yang kita buat itu logis dan meyakinkan pembaca.

Secara garis besar ending itu ada beberapa;

1. Ending dengan ledakan, misalnya cerita-cerita detektif, endingnya tidak bisa ditebak sebelum selesai membaca.

2. Ending lembut misalnya cerita-cerita drama.

3. Ending lembut-meledak –saya biasanya menyebut spesial ending karena ending seperti ini mampu bergema dan membuat pembaca akan terus megingat cerita kita.

4. Ending tertutup, ending yang membuat pembaca tidak membuat pembaca bertanya-tanya lagi.

5. Terakhir ending terbuka, ending yang membuat pembaca bertanya-tanya untuk mengembangkan cerita yang telah dibacanya.

Seandainya, semua unsur di atas bisa kita fahami dan kita aktualisasikan dalam bentuk cerita, pasti cerita tersebut akan membahagiakan anak-anak, sehingga mereka lebih ceria menatap masa depan.

Dikutip dari : http://forumpba.blogspot.co.id/2011/01/tips-penulisan-buku-anak-yang-baik-dan.html

Friday, October 21, 2016

Friday, October 21, 2016 - , No comments

Mitos Seputar Penulisan Buku Anak

A. Menulis untuk anak itu mudah.
Anggapan itu keliru jika didasari alasan bahwa buku anak hanya membutuhkan sedikit teks dan tema sederhana. Keunikan dunia dan cara pandang anak justru membuat bidang garapan ini begitu luas untuk diekplorasi.

B. Menulis untuk anak itu sulit.
Anggapan ini juga keliru jika hanya didasari alasan bahwa perlu tanggung jawab moral lebih besar dalam menulis untuk anak. Setiap penulis yang bermoral tentunya akan menghasilkan karya bermoral tanpa memaksakan diri menyelipkan pesan moral.

C. Buku anak harus ditulis dengan kosa kata terbatas.
Tidak seperti itu. Menurutku, buku anak ditulis dengan bahasa sederhana dan mudah dipahami, tetapi kosa kata baru justru perlu ditambahkan untuk mengayakan perbendaharaan anak. Mungkin yang perlu dibatasi adalah kerumitan tema dan konsep (serta plot, terutama bagi pembaca di bawah 10 tahun).

D. Harus ada pesan moral yang jelas atau kental dalam cerita anak.
Tidak selalu. Ada kalanya anak-anak perlu membaca untuk kesenangan saja. Kalaupun dirasa perlu menyisipkan pesan moral, sebaiknya dibuat samar melalui perubahan sikap logis tokoh cerita.

E. Harus ada tokoh panutan (orangtua/guru) yang selalu benar dan dijadikan rujukan.
Jika mau jujur, orangtua dan guru juga bisa salah, dan anak-anak ada kalanya menemukan sendiri jawabannya. Pengakuan kelemahan dan kekurangan orang dewasa memberikan pelajaran bagus tanpa harus berceramah.

F. Anak-anak tidak tahu apa-apa.
Kita akan terkejut melihat faktanya.

G. Anak-anak perlu dibuatkan inti sari moral cerita.
Salah besar. Mereka belajar banyak justru dari menarik kesimpulan sendiri.

H. Harus selalu ada tokoh jahat.
Tidak selalu. Buku yang baik bisa mengolah konflik harian yang biasa dihadapi anak-anak menjadi kisah seru. Sekalipun konflik itu hanya dengan hati nuraninya.

I. Tokoh antagonis (jahat) di akhir cerita harus menyadari kesalahannya dan/atau mendapatkan hukuman setimpal. Sebaliknya tokoh protagonis (baik) selalu mendapatkan keberuntungan sebagai imbalan yang layak untuk perbuatannya.
Di dunia nyata, yang demikian tidak selalu terjadi. Dalam agama, setiap perbuatan memang ada ganjarannya, tapi itu bisa terjadi di dunia ataupun tertunda di akhirat. Memberikan konsekuensi logis di dunia yang proporsional dengan perbuatan akan lebih masuk akal dan memudahkan pemahaman anak.

J. Kelicikan identik dengan kecerdikan.
Tidak sama sekali.

K. Anak-anak perlu dijauhkan dari tema-tema gelap, seperti perpisahan, perceraian, kematian, dll.
Pengenalan terhadap “penderitaan/kesedihan” itu perlu, karena tanpa bisa dicegah anak akan terpapar masalah-masalah itu baik melalui televisi ataupun pengalaman sendiri. Bersikap jujur dan menawarkan harapan atau solusi adalah yang terbaik yang bisa diberikan penulis.

L. Bahasa gaul lebih mudah dipahami anak ketimbang bahasa baku.
Ini berangkat dari anggapan bahwa bahasa Indonesia yang baik dan benar identik dengan kekakuan. Padahal kekakuan muncul dari kalimat-kalimat yang tidak efektif atau hambur kata, bukan dari bahasa baku. Ketika sebuah cerita ditulis dengan bahasa yang baik dan benar, keterbacaan justru tinggi, dan anak akan diuntungkan dengan mengenal bahasa buku (bahasa tulisan). Bahasa gaul adalah bahasa lisan, yang jelas terbatas penggunaannya.

M. Stereotipe tak bisa dihindari. Ibu tiri jahat, perawat perempuan, karnivora kejam, si miskin berbudi, si kaya angkuh, dst.
Penulisan kreatif mampu menampilkan karakter-karakter tidak biasa, melawan sterotipe. Bersedekah tidak harus selalu pada pengemis, misalnya, karena ada kalangan lain yang tidak meminta tapi justru lebih layak menerima bantuan. Sebaliknya, pemberi sedekah juga tidak harus diilustrasikan kaya raya.

N. Sudut pandang cerita harus dari tokoh protagonis.
Tidak juga. Jajaki kemungkinan menokohutamakan anak-anak “bandel”.

O. Cerita harus hitam dan putih: tokoh protagonis tiada cela, sebaliknya tokoh antagonis tiada kebaikan sedikit pun.
Ini tidak manusiawi.

Dikutip dari : https://arynilandari.wordpress.com/2008/07/31/write4kids-mitos-seputar-penulisan-buku-anak/

Sunday, October 16, 2016

Sunday, October 16, 2016 - , No comments

Storytelling Activities For Kids

Storytelling activities help your kids connect with their creativity. The activities are all about taking an idea, developing it and creating something that is sharable. Let us check out some exciting activities for your kids.
1. Storytelling With Family Photos:
  • Encouraging your child to tell stories is as simple as asking a natural storyteller to narrate a story. Read out the ways on how you can use family pictures to encourage storytelling.
  • Glance through some pictures along with your kid and take turns narrating stories about what you find. For instance, it can be a picture of her birth or a picture that recounts a story about the night when there was a heavy snowfall.
  • You can even print some pictures of any fun occasion like a birthday celebration, family vacation or any holiday trip and ask your child to arrange the events in order.
  • Show a picture of any event and ask your little one to make a story using the clues.
  • Let your kid pick 10 or fewer pictures and place them in chronological order to create a story. It is interesting to watch what pictures they pick to narrate a story.
2. Storytelling With Stamps:
  • This activity would seriously add unlimited fun to the storywriting. Stamps are a great way to get your kids’ creativity flow, pencils move and smiles grow.
  • Firstly, you need to gather different sets of stamps – like the animal stamp set, vehicles stamp set, flower stamp set, baby zoo animals stamp set and more. Also, gather a Jumbo multi-color stamp pad and storytelling paper that is perfect for illustrating stories.
  • You can stamp out some pictures on the paper and ask your kid to write a story depicting them. They can fill the stamps with extra colors and can add details by drawing something handy in between the stampings.
  • When they go wrong, you can correct their spellings and grammar so that their skills improvise. It would be a super fun and sneaky learning along the way.
3. Be Natural:
It is important to evolve your own style of storytelling. This will ensure that it does not become monotonous for your child or for you. Enjoy what you are reading.
Storytelling is very crucial for your child’s development. Don’t let your child miss this simple yet extremely important part of childhood. Happy storytelling!
Don’t forget to share your interesting story telling techniques with us.

Read more : http://www.momjunction.com/articles/benefits-story-telling-yor-kids_0036903/

Saturday, October 15, 2016

Saturday, October 15, 2016 - , No comments

5 Best Storytelling Games For Kids

The best ways to incorporate storytelling in family life is through games. Storytelling games help you to know the rules of the story creation. They also add a lot of fun.

1. eeboo Tell Me a Story Creative Story Cards – Little Robot’s Mission:
It is a picture storytelling card game that is best for ages 3 and above. It is created by popular children’s book Illustrator. Each set contains 36 story cards and suggested activities.
The enlightening pictures will inspire the kids to make silly, remarkable and suspenseful tales. Parents can play along with children or can create groups.
This game boosts creativity, literacy and communication skills for your tots. It helps your kids communicate their thoughts when they are reading through the cards. It also helps them sharpen their sequencing and planning skills.

2. The Storymatic Kids:
All you need to do is pick a few cards and to your surprise, you will read a story taking shape. How you frame and tell is up to you.
You can make your child play individually or in groups. It is one of the perfect storytelling games for parents, teachers, and early writers. It makes your kids listen carefully, give their views and sharpens their creativity skills.
It is an ideal game for birthday parties, road trips, camping trips, classroom activities and more.

3. Rory’s Story Cube:
It is a pocket-sized creative story game that provides hours of imaginative play for all ages.
All you need to do is roll the cubes, and the illustrations will spark your imagination. You can make your kid play the game individually or in groups.
The cubes feature pictures that involve mostly to travel adventures.

4. Tell Tale Fairy Tales:
It is another storytelling game for kids with 120 illustrations in detail. It includes 60 cards with 120 inspiring images and variation of 4 games for ages 5 and above.
It develops creativity, literacy and improves communications skills.
You can help you kid lay out a storyboard, build on another player’s tale and improvise by picking cards randomly.

5. You’ve Been Sentenced:
It is a fun and challenging game that is educational as well. It contains a deck of pentagon shaped cards that include conjugations of famous history names, familiar places, funny words and wild cards.
Players have to create sentences that are grammatically correct. You have to read aloud the sentences and explain what they mean. It helps improve grammatical and comprehension skills.

Read more : http://www.momjunction.com/articles/benefits-story-telling-yor-kids_0036903/

Friday, October 14, 2016

Friday, October 14, 2016 - , No comments

Bagaimana Buku-Anak yang Baik menurut Orangtua?

Kriteria Buku-Anak yang Baik versi Orangtua.

Untuk menentukan kriteria buku-anak yang baik, paling mudah adalah dengan membuat daftar keluhan. Buku anak yang baik, menurut orangtua, adalah yang lolos saringan empat kriteria di bawah ini. Kriteria ini disusun subjektif berdasarkan pengalaman saya sebagai penikmat buku anak dan ibu dari tiga putra yang semuanya suka buku, ditambah masukan dari teman-teman FPBA. Karena subjektif, bisa saja ada pendapat dan pertimbangan yang berbeda. Silakan.

1.Fisik

a.Jenis kertas dan penjilidan
Untuk mengejar harga murah sering penerbit menggunakan kertas berkualitas rendah (tipis dan mudah robek). Padahal anak-anak adalah pembaca yang bersemangat, membuka halaman dengan sekuat tenaga, berebut buku dengan saudara, membawanya tidur bareng, bahkan secara harfiah memakan buku. Buku anak tipis umumnya distaple, sementara yang tebal dilem atau dijahit. Sering bahkan tanpa perlakuan "kasar" anak pun, jilidan mudah terlepas karena lem tidak kuat atau kertas robek pada jahitannya. Buku anak seharusnya dirancang tahanbanting, tahanludah, tahan- dibaca- setidaknya-puluhan-kali.

b.Target pembaca
Pencantuman target pembaca di cover belakang sudah dilakukan beberapa penerbit pada beberapa jenis buku. Tapi masih banyak buku yang tidak berlabel. Ditambah kemasan plastik segel, semakin sulitlah orangtua memilihkan buku bagi anak dengan usia berbeda-beda apalagi membebaskan anak memilih sendiri. Idealnya, untuk mengembangkan keterampilan membuat keputusan, anak-anak dibiarkan memilih
sendiri buku dan menghadapi konsekuensinya. Di luar negeri, anak memilih buku sendiri, sudah biasa. Tapi di Indonesia, hal ini belum membudaya. Urusan belanja masih jadi wewenang sepenuhnya kebanyakan orangtua. Dari sisi penerbit, keadaan ini menyebabkan buku anak dibuat semenarik mungkin dari sudut pandang orangtua juga. Bagi orangtua yang sudah memberikan hak memilih kepada anak, tidak adanya label usia pada buku ini justru membuat frustrasi. Banjir buku di toko buku yang tidak semuanya aman bagi anak membuat mereka lagi-lagi harus "merecoki" pilihan anak. Menurut saya, kalau penerbit dan toko buku bekerja sama membuat zona buku aman untuk anak, atau melabeli semua buku anak dengan target usia spesifik, akan
semakin banyak orangtua menyerahkan keputusan memilih buku kepada anak mereka.

c.Warna
Daya tarik buku anak terutama terletak pada ilustrasi dan warna. Untuk mengejar harga murah, lagi-lagi, dikorbankanlah daya tarik visual ini. Cover buku bisa jadi colorful, tapi isi di dalamnya hitam putih dan membuat anak kecewa. 


d.Harga
Buku bagus identik dengan harga yang relatif mahal. Bisa dimaklumi. Tapi untuk buku anak, ini menyedihkan. Nasib bangsa kita di masa depan terletak di tangan-tangan mungil ini. Penulis dan orangtua bekerja keras menyediakan bahan bacaan bermutu bagi mereka. Sebagian penerbit mungkin sudah mengurangi
keuntungan untuk menekan harga buku. Bagaimana dengan distributor? Atau lebih ke hulu lagi, bagaimana dengan produsen kertas dan tinta? Dan yang lebih penting lagi, bagaimana dengan pihak yang berwenang mengeluarkan kebijakan dalam dunia pendidikan? Dan bagaimana dengan pembebasan pajak dari hulu ke hilir dalam pengadaan bacaan bermutu untuk anak, agar terjangkau segala kalangan?

2.Ilustrasi

a.Daya tarik
Ilustrasi adalah aspek pertama yang dilihat anak (dan orangtua) ketika memilih buku. Bagaimanapun gayanya, medianya, prosesnya, ilustrasi untuk buku anak seharusnya pro anak. Merangsang kecerdasan dan memperkaya pengalaman visual mereka. Membantu mereka memahami isi buku. Membangkitkan imajinasi dan kreativitas mereka.

b.Pertimbangan normatif
Ilustrasi seharusnya tidak mempertontonkan hal-hal yang lazimnya tidak didukung orangtua, misalnya, merokok, berpakaian seksi, adegan ciuman, kekerasan, penggambaran tokoh mengerikan secara berlebihan.
Ilustrasi juga perlu disesuaikan dengan target pembaca dalam tingkat kompleksitasnya.

c.Bercerita
Ilustrasi ada untuk ikut bercerita, bukan sekadar pelengkap atau penerjemah teks. Saya menyebut ilustrasi yang menerjemahkan kata-kata saja sebagai pembeo. Jika teks menyatakan: "Ali sedang makan ditemani kucingnya," maka ilustrasi diharapkan tidak hanya menggambarkan anak lelaki sedang makan, dan di sebelahnya ada seekor kucing sedang duduk pasif. Ilustrator bekerja sama dengan penulis membuat pengayaan visual yang tidak tersampaikan oleh teks. Misalnya, kapan Ali makan bisa digambarkan dengan bulan purnama di jendela, yang artinya malam hari. Ibu bisa digambarkan sedang menghangatkan sayur di latar belakang. Si kucing sedang memainkan ekornya, atau mengamati barisan semut di meja, atau menunggu
Ali melemparkan makanan di kolong meja. Banyak hal menarik bisa diperoleh anak dari ilustrasi yang bercerita. Ketika ilustrasi sudah bercerita, sebaliknya, banyak teks yang tidak perlu bisa dihapus, sehingga penyampaian tidak ganda dan membosankan. Dan penulis mendapatkan ruang tambahan untuk mengungkapkan hal lain yang memperkuat karakterisasi.

3.Isi

a.Tema
Tema disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan target pembaca. Kalaupun tema dewasa, seperti perceraian, perang, digunakan dalam buku anak, penyampaiannya harus memerhatikan sudut pandang anak dan tingkat kematangan mereka. Buku berfungsi membantu anak memahami dunia di sekelilingnya.

b.Penyampaian

-Penyampaian yang menggurui dan menganggap anak-anak bodoh/tidak tahu apa-apa biasanya membuat anak bosan dan kesal.

-Kalimat hambur kata lebih sulit dipahami ketimbang kalimat efektif (berlaku untuk semua usia).
Misalnya:
Andi adalah salah satu anggota kelompok yang memegang balon berwarna biru.(tidak efektif)
Andi anggota kelompok pemegang balon biru.(efektif)

-Ada saja penulis yang "gatal" ingin menuliskan pesan moralnya secara eksplisit karena khawatir anak tidak mengerti. Tetapi percayalah, kesimpulan dan pesan moral yang dibuatkan penulis membuat jengkel orangtua yang membacakan, juga tidak merangsang daya pikir anak.

c.Pertimbangan normatif

-Kenakalan dan keusilan tokoh sering diperlukan untuk menimbulkan konflik atau kelucuan cerita. Tetapi ketika kenakalan dan keusilan dibiarkan tanpa konsekuensi tersirat maupun tersurat, dan pelakunya bahkan dijadikan pahlawan, pesan yang diterima anak menjadi negatif. Sebagai contoh, tokoh utama dalam seri
Captain Underpant mencuri video bukti kenakalannya dari kantor kepala sekolah, dan dia lolos begitu saja. Mencuri tetap mencuri, tidak seharusnya dijadikan solusi. Demikian juga berbohong dan merahasiakan sesuatu dari orangtua. Anak biasanya senang bercerita kepada orangtua tentang pengalamannya, tapi ketika ada teladan/suruhan, "Ssst, jangan bilang-bilang Mama kamu," tanpa alasan logis, dan si tokoh menurut saja "berbohong" kepada orangtuanya demi rahasia itu, pesan apakah yang akan mereka terima dari cerita ini? Anak saya (5th) pernah mengomentari kalimat seperti itu, "Kenapa tidak boleh bilang Mama? Bilang juga
nggak papa kan?"

-Menjadikan orangtua sebagai sosok dewa yang boleh berbuat apa saja dengan alasan mendidik anak (termasuk berbohong dan memberikan hukuman sewenang-wenang), kecuali jika dalam cerita akhirnya orangtua seperti ini sadar dan meminta maaf.

-Mengandung prasangka, SARA, stereotipe.

-Cerita tidak menarik, klise, mudah ditebak, tidak jelas.

-Cerita mendukung hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma universal lainnya.

4.Bahasa

a.Kosa kata
Kadang bahasa sederhana diidentikkan dengan sedikit kosa kata. Sedikit kosa kata sebetulnya tidak masalah. Tetapi kalau sedikit berarti miskin, menggunakan kosa kata itu-itu saja, maka buku tidak mendukung perkembangan bahasa anak. Anak yang terbiasa mendapatkan bacaan yang kurang mengembangkan kosa katanya akan tumbuh menjadi orang yang "gentar" berbicara, minder menghadapi lawan bicara yang seolah "menelan kamus". Dan bacaan yang kurang menantang juga bisa meredupkan kegairahan membaca.

b.Bahasa buku
Bahasa buku sebetulnya identik dengan bahasa baku. Bahasa baku mengajarkan logika bahasa dan mengasah rasa kebahasaan pembaca.Tetapi sejalan waktu, muncullah bahasa gaul, dan mendadak bahasa baku disamakan dengan bahasa kaku. Padahal bahasa baku seharusnya tidak kaku. Yang kaku dan tidak enak dibaca adalah bahasa yang tidak efektif, berbelit-belit, bahkan salah diksi. Sayangnya salah kaprah ini tidak disadari, dan banyak buku menggunakan bahasa gaul bahkan untuk narasi. Bahasa gaul seharusnya hanya boleh ada dalam dialog (kutipan). Maraknya penggunaan bahasa gaul yang tidak pada tempatnya membuat anak-anak dan remaja kita tak bisa lagi berbahasa dengan baik dalam situasi formal.

c.Pertimbangan normatif
-Mengandung makian, kata-kata kasar atau tidak pantas.

d.Logika bahasa
-Kalimat yang tidak mengikuti kaidah kebahasaan atau logika, bisa menimbulkan kerancuan makna. Bahkan anak-anak kecil bisa merasakan kalimat yang aneh bunyinya, atau sulit dipahami karena tidak lengkap.
Contoh:
Sebenarnya Tito takut, tapi Tito kan anak pemberani, tidak takut apa pun.
Anak saya bingung menemukan kalimat itu. "Mana yang benar?" tanyanya. Tito takut atau tidak takut apa pun?
Mungkin kalau diedit sedikit, kalimatnya akan lebih mudah dipahami. Misalnya:
Tito merasa takut, tapi dia memberanikan diri.

Penutup
Sementara ini, bagi orangtua, kriteria terpenting dalam membantu memilihkan buku anak adalah ilustrasi dan isi. Keadaan fisik mungkin bisa diabaikan, apa boleh buat, ilustrasinya keren sih, dan isinya oke. Kriteria terakhir, soal bahasa, mungkin juga dibaikan, karena orangtua kadang tidak punya pilihan lain, atau bisa menyunting dan menyensor sendiri ketika membacakannya kepada anak. Dalam kasus ekstrem, orangtua menyimpan saja dulu buku yang kepalang sudah dibeli tetapi ternyata "tidak layak" untuk anak.

Akan tetapi, apakah kita (penulis, ilustrator, editor, penerbit) bisa berpuas diri pada keadaan ini? Apakah tidak sebaiknya semua kriteria di atas dipenuhi, dan benar-benar kita menyuguhkan bacaan yang baik?

Khusus untuk buku anak, tampaknya penulis, ilustrator, editor, penerbit, harus bekerja sama dengan lebih efektif dan tidak terburu-buru demi menghasilkan buku anak bermutu, aman bagi anak-anak yang menjadi target pembaca. Orangtua akan rela melepaskan anak memilih buku sendiri ketika situasinya memang aman. Sama saja pada situasi jalan yang aman, anak akan dilepaskan menyeberang sendiri, demi kemandirian mereka, demi tercapainya tujuan mereka.


Dikutip dari : http://forumpba.blogspot.co.id/2011/02/info-bagaimana-buku-anak-yang-baik.html